YOGYAKARTA – Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang terdiri dari Samudera Fadlilla Jamaluddin, Riangga Novrianto, dan Oriza Nur Fajri, tengah mengembangkan kerangka kerja inovatif untuk deteksi dini depresi. Penelitian kolaboratif lintas fakultas ini memanfaatkan kecerdasan buatan (AI), termasuk _Large Language Models (LLM)_ dan _computer vision_, untuk skrining depresi secara multi-modal. Proyek yang didanai oleh pihak industri/swasta ini diharapkan dapat mengatasi keterbatasan metode deteksi konvensional yang memakan waktu dan sumber daya.
Depresi merupakan gangguan kesehatan mental dengan prevalensi tinggi secara global, yang berdampak serius pada kualitas hidup, produktivitas, serta meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Deteksi dini menjadi sangat krusial, namun metode konvensional seperti wawancara klinis tatap muka dan kuesioner terstandar seringkali terkendala oleh waktu, biaya, dan keterbatasan tenaga profesional.
Menjawab tantangan tersebut, kemajuan dalam Artificial Intelligence (AI) menawarkan potensi baru. Penelitian yang sedang berlangsung ini mengusulkan sebuah kerangka kerja deteksi depresi yang memanfaatkan tiga komponen utama untuk memberikan hasil yang lebih akurat dan reliabel dibandingkan metode tunggal.
Ketiga komponen tersebut meliputi:
1. **Analisis ekspresi wajah berbasis Vision Transformer:** Teknologi ini memungkinkan sistem untuk menganalisis dan menginterpretasi ekspresi wajah individu, yang seringkali menjadi indikator penting kondisi emosional.
2. **Tes eksploratif wawancara terbuka berbasis LLM:** Dengan memanfaatkan _Large Language Models_, sistem dapat melakukan wawancara terbuka dan menganalisis respons linguistik untuk mendeteksi pola-pola yang terkait dengan depresi.
3. **Patient Health Questionnaire (PHQ-9):** Kuesioner standar ini diintegrasikan untuk memberikan penilaian kuantitatif yang teruji secara klinis.
Integrasi data visual, linguistik, dan kuantitatif ini memungkinkan skrining depresi yang otomatis, efisien, dan skalabel. Penelitian ini, yang dimulai pada bulan Januari, merupakan upaya kolaboratif lintas fakultas di UGM dan didukung oleh pendanaan dari sektor industri/swasta.
Dengan potensi untuk menyediakan alat skrining yang lebih mudah diakses dan efisien, sistem deteksi depresi berbasis AI ini diharapkan dapat menjadi terobosan penting dalam upaya penanganan kesehatan mental. Keberhasilan implementasinya dapat membantu identifikasi dini kasus depresi, memungkinkan intervensi lebih cepat, dan pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup banyak individu.